
Kalau dulu orang nyari duit harus panas-panasan ke pasar, sekarang cukup modal HP, kuota, sama skill scroll jempol udah bisa cuan. Ekonomi digital itu intinya semua aktivitas ekonomi yang dijalankan pakai teknologi digital. Mulai dari jualan online, transfer uang via aplikasi, sampai investasi saham cuma lewat layar. Dunia sekarang tuh kayak “semua ada di genggaman,” literally cuma klik-klik doang, duit bisa masuk (atau malah keluar, kalau kebanyakan checkout di e-commerce.
Perkembangan ekonomi digital ini bikin peluang kerja dan bisnis makin luas. Lo bisa buka toko online tanpa harus sewa ruko, bisa jadi konten kreator di TikTok atau YouTube, atau bahkan freelancer yang kliennya dari luar negeri. Nggak ada lagi batasan ruang dan waktu. Selama punya koneksi internet yang kenceng, lo bisa nyari rezeki dari mana aja. Kayak pepatah zaman now, Tempat kerja lo ya di mana Wi-Fi nyala.
Selain bikin gampang nyari duit, ekonomi digital juga ngefek ke cara orang belanja. Kalau dulu belanja harus ke mall, sekarang cukup scroll Shopee, Tokopedia, atau Instagram Shop, barang udah dianterin ke rumah. Sistem pembayaran pun makin simpel—nggak perlu bawa cash, tinggal tap QRIS atau transfer via mobile banking. Praktis? Banget! Tapi ya itu, kalau nggak bisa nahan diri, bisa-bisa gaji lenyap sebelum tanggal tua.
Tapi jangan salah, dunia digital juga ada “hutan rimba”-nya. Persaingan ketat, tren cepet berubah, dan kalau nggak update, bisa ketinggalan kereta. Makanya, di era klik dan scroll ini, bukan cuma skill teknis yang penting, tapi juga adaptasi sama tren. Contoh kecil: kalau jualan online, lo harus ngerti algoritma media sosial biar postingan lo muncul di timeline orang. Biar nggak cuma jadi penonton, tapi juga pemain.

Keuntungan lain dari ekonomi digital adalah akses global. Lo bisa jual produk ke luar negeri tanpa harus buka cabang fisik. Bahkan, kerja remote bareng tim beda negara udah jadi hal biasa. Tapi ya, di balik peluang global ini, ada juga tantangan kayak perbedaan budaya bisnis, bahasa, sampai aturan hukum yang beda-beda. Intinya, harus siap belajar terus biar nggak kaget sama “budaya kerja internasional.”
Ekonomi digital juga melahirkan profesi-profesi baru yang dulu nggak kepikiran ada. Misalnya, influencer, data analyst, social media manager, sampai game streamer. Semua ini bukti kalau teknologi bisa nyiptain lapangan kerja yang fleksibel. Bahkan anak SMA pun bisa mulai nyoba jualan online atau bikin konten sambil belajar. Siapa tahu jadi cuan sebelum lulus.
Kesimpulannya, ekonomi digital itu kayak dunia baru yang penuh peluang dan tantangan. Siapa yang cepet adaptasi, dia yang bisa dapet cuan lebih dulu. Kuncinya: melek teknologi, kreatif, dan siap belajar terus. Jadi, di era klik dan scroll ini, jangan cuma jadi penonton yang scroll tanpa arah. Jadilah pemain yang pinter mainin jempol buat hasilin pundi-pundi rupiah.